Haleluyah! sis, itu ejaan bahasa zaman abad kemarin. Kata kubiarkan, ada kesan membiarkan, mengabaikan. Aku pernah menulis email ke MP GPdI but no responses, ttg lagu lagu Pantekosta, bgmn jika disesuaikan dng bahasa masa kini. Tentu saja, bisa kurang pas, kurang enak, tp jika sdh biasa, mungkin jadi nyaman juga utk dinyanyikan. Jika kalimat dlm lagu menjadi sbb, bgmn: Api Pantekosta ku punya, ku plihara snantiasa (2x) Snantiasa menyala slamanya. Memelihara Api Pantekosta yg sdh dipunya, tentu tdk gratis. Alias, ada harga yg harus dbayar, berupa: jam doa, jam bersekutu, memuji namaNya, puasa, dll., tentu dlm kualitas dan kwantitas yg lebih intens.
Haleluyah!
BalasHapussis, itu ejaan bahasa zaman abad kemarin. Kata kubiarkan, ada kesan membiarkan, mengabaikan. Aku pernah menulis email ke MP GPdI but no responses, ttg lagu lagu Pantekosta, bgmn jika disesuaikan dng bahasa masa kini. Tentu saja, bisa kurang pas, kurang enak, tp jika sdh biasa, mungkin jadi nyaman juga utk dinyanyikan. Jika kalimat dlm lagu menjadi sbb, bgmn: Api Pantekosta ku punya, ku plihara snantiasa (2x) Snantiasa menyala slamanya.
Memelihara Api Pantekosta yg sdh dipunya, tentu tdk gratis. Alias, ada harga yg harus dbayar, berupa: jam doa, jam bersekutu, memuji namaNya, puasa, dll., tentu dlm kualitas dan kwantitas yg lebih intens.
regards,
yefta
yefta.djunarjanto@gmail.com